Peralihan dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik semakin dekat di Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah berencana memberikan subsidi untuk pembelian sepeda motor dan mobil listrik.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan mengatakan, subsidi pembelian sepeda motor listrik tersebut direncanakan sebesar Rp6,5 juta. Saat ini, rencana subsidi baru sedang dibahas antara Luhut dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Subsidi ini akan melengkapi upaya Indonesia dalam bertransisi ke kendaraan listrik. Indonesia memiliki rencana untuk membangun industri ini dari hulu ke hilir sebagai negara dengan cadangan nikel yang besar.
Dari hulu ke hilir berarti mulai dari penambangan nikel, pemurnian nikel, pembuatan baterai listrik, perakitan kendaraan listrik, hingga daur ulang baterai listrik.
Kawasan Industri Morowali menjadi bagian penting dari upaya ini. Kawasan industri yang dioperasikan oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) ini merupakan pusat pemurnian nikel sekaligus manufaktur baterai listrik katoda.
Proyek Khusus Pemurnian Nikel China
Perusahaan besi dan baja China, Tsingshan Steel, adalah perusahaan di balik kawasan industri ini. Tsingshan merupakan pemegang saham terbesar di IMIP dengan perusahaan tambang PT Bintang Delapan dan PT Sulawesi Mining Investment.
Awalnya, peleburan atau pemurnian nikel di kawasan industri ini hanya untuk industri besi dan baja. Hal ini terlihat dari perusahaan peleburan yang memproduksi turunan nikel seperti feronikel dan nickel pig iron yang penting untuk pembuatan besi dan baja.
Namun, pesatnya perkembangan mobil listrik dan meningkatnya kebutuhan baterai listrik memaksa Indonesia mencari investor untuk peleburan nikel yang dibutuhkan baterai.
Sebagai informasi, proses pemurnian nikel untuk industri besi dan baja berbeda dengan industri baterai listrik. Turunan nikel yang digunakan untuk besi dan baja diproduksi melalui proses pyrometalurgi (api) dan menghasilkan ferronickel, nickel pig iron dan nickel matte.
Sedangkan pemurnian nikel untuk baterai listrik diproduksi melalui proses hidrometalurgi (dengan air). Produk sampingan dari proses ini adalah nikel hidroksida yang akan diproses lebih lanjut menjadi nikel batangan.
Indonesia akhirnya mendapatkan investor untuk pabrik smelter baterai listrik pada 2019. Lima perusahaan asal China, Jepang, dan Indonesia terlibat dalam pembangunan smelter yang menelan total investasi US$ 700 juta itu.
Usaha patungan antara kelima perusahaan ini diberi nama PT QMB New Energy Materials. Chief Executive Officer IMIP Alexander Barus mengatakan, smelter tersebut sudah berproduksi dengan kapasitas hingga 50.000 ton per tahun. Selain QMB, ada juga smelter lain milik PT Huayue Nickel & Cobalt yang memproduksi 70.000 ton.
Selain itu, Alexander juga mengungkapkan masih ada dua smelter nikel lagi untuk konstruksi baterai. Keduanya adalah PT Fajar Metal Industry dan PT Teluk Metal Industry dengan kapasitas produksi 60.000 ton per tahun.
Keempat smelter tersebut akan memproduksi prekursor katoda baterai yang selanjutnya akan dipasok ke perusahaan manufaktur sel baterai. Saat ini produksi akan diekspor karena belum ada perusahaan sel baterai di Indonesia yang beroperasi.
Meski begitu, perusahaan sel baterai di Indonesia tinggal menunggu waktu. Indonesia mulai membangun pabrik ini di Karawang tahun lalu. Sedangkan produksi direncanakan akan dimulai pada paruh pertama tahun 2024.
Pabrik tersebut merupakan gabungan dari dua perusahaan Korea Selatan, LG Energy Solution dan Hyundai Motor Group. Sel baterai yang diproduksi di pabrik ini akan digunakan untuk merek mobil Hyundai Motor Group seperti Hyundai, Kia, dan Genesis.